
Pada tahun 1802, Sir Humpry Davy telah
mendemonstrasikan lampu pijar pertama dengan mengalirkan arus melalui
sebuah keping platina tipis, tetapi penelitian di bidang ini berjalan
lambat sebelum dirumuskannya teori cahaya sebagai gelombang
elektromagnet. Kemudian, lampu pijar yang ditemukan Edison menjadi
sumber cahaya buatan yang telah berhasil mengubah arah peradaban
manusia, walaupun sekarang sudah jarang digunakan karena faktor
efisiensi. Sumber cahaya seperti ini bekerja dengan prinsip emisi
termionika, yaitu sebuah filamen dipanaskan dengan mengalirkan arus
listrik kemudian ia dapat memancarkan radiasi, baik itu radiasi tampak
maupun inframerah, bergantung pada material filamennya.
Secara fisika, pada pertengahan abad
ke-19, Michael Faraday menyatakan bahwa cahaya itu tidak lain hanyalah
suatu bentuk dari garis-garis getaran listrik dan magnet. Akan tetapi,
15 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1861, James Clerk Maxwell
merumuskan bahwa fenomena kelistrikan dan kemagnetan merupakan suatu
kesatuan dalam teori elektromagnetisme yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh Max Planck (1858 –
1947) yang berfokus pada permasalahan radiasi benda hitam dan hubungan
antara frekuensi radiasi dan temperatur dari objek yang memancarkan
cahaya. Dalam teorinya, Planck menyatakan bahwa gelombang
elektromagnetik dapat dipancarkan dalam bentuk kuanta (kelompok) yang
disebut kuanta foton. Hingga kemudian pada tahun 1905, Albert Einstein menjelaskan fenomena kuantisasi cahaya ini dalam publikasinya tentang efek fotolistrik
yang menyatakan bahwa cahaya adalah suatu gelombang, tetapi juga suatu
partikel, bergantung pada sudut pandang pengamat. Teori ini yang
kemudian menjadi teori utama untuk menjelaskan interaksi cahaya dan
materi. Atas penemuan inilah Albert Einstein dianugerahi hadiah nobel
pada tahun 1921.
Pada tahun 1954, Charles H. Townes mendemonstrasikan MASER (Microwave Amplification by Stimulated Emission of Radiation)
dengan memanfaatkan inversi populasi antara dua level molekuler dari
amonia untuk memperkuat radiasi pada rentang panjang gelombang mikro
yaitu sekitar 1,25 cm. Beberapa tahun kemudian, seorang fisikawan
bernama Theodore H. Maiman berhasil menyelesaikan pembuatan laser untuk
pertama kalinya dengan cara memompa sebuah kristal rubi (Al2O3)
secara optik yang menghasilkan radiasi pada panjang gelombang 694 nm.
Penemuan ini diikuti oleh penemuan lainnya seperti laser berbasis gas
HeNe oleh Javan-Bennet-Herriot (tahun 1960); diode laser semikonduktor
oleh Robert Hall (tahun 1962) dengan material GaAs pada rentang
inframerah; dan diode laser pada rentang cahaya tampak oleh Nick
Holonyak (tahun 1962). Sebagai salah satu sumber cahaya, laser saat ini
telah menjadi sesuatu yang umum ditemukan dalam kehidupan kita
sehari-hari seperti CD/DVD, printer, scanner, perangkat komunikasi optik, peralatan medis, bahkan beberapa perlengkapan di supermarket.

Gambar
atas: Molekul organik rubrene dan penampakan kristal tunggal rubrene,
yaitu bahan semikonduktor organik, yang bersifat seperti plastik. Gambar
bawah: Masa kini dan masa depan devais elektronika berbasiskan bahan
organik, kulit tangan buatan, sumber cahaya baru, karpet pemancar
listrik, dan mungkin juga laser. Sumber gambar: T. Sekitani, et al.
Nature Mater. 6, 413 (2007).
Salah satu material laser yang sedang dikembangkan saat ini ialah laser berbasis semikonduktor organik (Organic Semiconductor Laser,
OSL). Karena material ini memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi
(seperti plastik), kombinasi bentuk yang bervariasi, dan kemudahan
proses manufaktur. Akan tetapi, hingga saat ini OSL yang dipompa secara
elektrik masih belum terealisasi dengan kata lain belum ada hasil yang
benar-benar bisa memenuhi kriteria suatu laser. Kriteria-kriteria laser
yang dimaksud disini antara lain seperti besarnya arus dan kerapatan
eksiton (pasangan electron-hole) yang cukup untuk menginduksi
inversi populasi, penajaman spektrum yang bergantung pada rapat arus,
serta batas ambang yang jelas yang menunjukkan peralihan dari proses
emisi cahaya biasa menjadi cahaya laser. Beberapa alasan yang
menyebabkan kriteria-kriteria tersebut belum terpenuhi antara lain: (1)
rendahnya mobilitas pembawa muatan hole dan elektron (kurang dari 10-3 cm V-1 s-1, misalnya untuk silikon ~500 cm V-1 s-1),
sehingga sangat sulit untuk menginjeksikan arus listrik yang besar ke
dalam bahan organik tersebut; (2) mudahnya eksiton dan foton untuk
menghilang yang disebabkan karena kelemahan struktur devais Organic Light Emitting Diode
(OLED), walaupun untuk aplikasi lampu maupun display sangatlah baik.
Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan-pendekatan baru yang dapat
memberikan berbagai keuntungan, baik dari sisi optik maupun elektrik.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar